Subscribe Us

header ads

Kebenaran Abdul Qadir Muda



Syekh Abdul Qadir al-Jailani adalah seorang ulama Islam terkemuka yang lahir pada abad ke-11 M, di Persia.

Kisah-kisah awal Syekh Abdul Qadir al-Jailani menggambarkannya sebagai seorang pemuda dengan keinginan kuat untuk belajar dengan seorang ibu yang shalihah yang mendorong putranya untuk menuntut ilmu. Peristiwa berikut ini diriwayatkan dalam sejumlah biografi Syekh Abdul Qadir al-Jailani.

Pada usia delapan belas tahun beliau meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke Baghdad untuk melanjutkan pendidikannya. Baghdad kemudian menjadi pusat kegiatan politik, komersial dan budaya, dan pusat pembelajaran dunia.

Mendengar hal ini, ibunya dengan senang hati mengirim putranya untuk mengikuti jalur beasiswa yang lebih tinggi. Untuk tujuan seperti itu ia telah menabung empat puluh dinar untuk Abdul Qadir. Uang itu disimpan di saku yang dibuat khusus di bawah ketiak bajunya agar aman.

Sebelum Abdul Qadir bergabung dengan kafilah untuk melakukan perjalanan ke Baghdad, nasihat perpisahannya kepada putranya adalah, "Setiap kali engkau berbicara, berbicaralah yang sebenarnya. Ingatlah bahwa Nabi Muhammad (saw) berkata, 'Kejujuran mengarah ke kebenaran dan kebenaran mengarah ke surga.. .' dan Al-Qur'an memberitahu kita "Hai orang-orang yang beriman! Berjaga-jagalah dari kewajibanmu kepada Allah, dan jadilah dengan orang-orang yang benar." (Al-Qur'an 9:119)

Dalam perjalanan ke Bagdad, kafilah diserang oleh sekelompok perampok. Ketika para perampok mulai mengambil semua barang berharga dari para musafir, salah satu perampok mulai menggeledah barang-barang Abdul Qadir.

Saat mencari, perampok itu bertanya kepada Abdul Qadir, "Apakah kamu memiliki sesuatu yang berharga?"

Abdul Qadir menjawab dengan tenang, "Ya."

Mendengar ini perampok itu dengan panik mencari lebih jauh tetapi tidak dapat menemukan apa pun.

Perampok itu membawa Abdul Qadir kepada pemimpinnya dan berkata, "Anak ini mengatakan bahwa dia memiliki barang-barang berharga tetapi aku tidak dapat menemukan apa pun padanya."

Pemimpin perampok bertanya kepada Abdul Qadir, “Apakah kamu menyembunyikan barang berharga?”

Lagi-lagi Abdul Qadir menjawab, “Ya.”

Perampok itu bertanya, “Apa yang kau sembunyikan?”

Abdul Qadir menjawab, “uang 40 dinar”

Setelah pencarian lebih lanjut, perampok menemukan koin yang tersembunyi di lapisan mantel Abdul Qadir.

Di antara semua kekacauan dan kepanikan para pengembara, sikap Abdul Qadir yang tak kenal lelah dan mengakui barang-barang berharga yang dia sembunyikan membingungkan perampok.

Pimpinan perampok ini sekarang ingin tahu lebih banyak tentang bocah lelaki yang tidak takut dan bersikeras mengatakan yang sebenarnya.

Perampok itu bertanya, "Siapa namamu dan dari mana asalmu?"

Abdul Qadir menjawab, "Namaku Abdul Qadir dan aku berasal dari provinsi Jailan di Persia."

"Kemana kamu pergi?"

"Aku akan pergi ke Bagdad."

"Apa yang kau rencanakan di Bagdad?"

"Aku ingin belajar dengan ulama terbesar untuk menimba ilmu."

"Mengapa kau tidak berbohong dan menjaga agar uang dinarmu aman dari kami?"

Abdul Qadir menceritakan nasihat ibunya dan arahan Nabi dan Al-Qur'an untuk selalu berbicara kebenaran.

Mendengar cerita Abdul Qadir pimpinan perampok kemudian merasa menyesal yang sangat mendalam dan menangis tersedu-sedu. “Engkau tak berani ingkar janji kepada ibumu, sedangkan aku sudah bertahun-tahun ingkar janji kepada Tuhanku."

Pimpinan perampok ini diliputi penyesalan dan berseru kepada anak buahnya, "Anak muda ini tidak kenal takut dan memiliki iman yang tak tergoyahkan kepada Allah. Dia memiliki keberanian untuk melawan orang-orang seperti kita. Memang ibunya telah mengajarinya dengan bijak dan dia adalah contoh nyata menjadi seorang Muslim."

Sambil memegang kepalanya karena malu, air mata mulai mengalir di wajahnya. Dia memeluk Abdul Qadir dan meminta pengampunannya.

Abdul Qadir menjawab, "Engkau hanya perlu berdoa kepada Allah dan meminta pengampunan dan bimbingan. Insya Allah engkau akan mengubah jalan hidupmu."

Mendengar hal itu pemimpin perampok menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan semua barang yang diambil dari para pengelana. Kemudian dia berseru, "Ya Tuhan, anak muda ini telah menunjukkan kepada kami jalan yang lurus. Ampuni kami dan bimbing kami ke jalan yang benar."

Beginilah nilai moral sederhana tentang kejujuran yang dipikirkan oleh seorang ibu kepada seorang anak laki-laki mempengaruhi sekelompok perampok untuk mengubah hidup mereka.

Abdul Qadir Jailani kemudian menjadi ulama besar dan guru Fiqih.

***

Oleh Majd Arbil. Kisah ini awalnya diceritakan dalam kitab Irsyadul 'Ibad karya Syekh Zainuddin bin Abdul' Aziz al-Malibari, mengutip kisah al-Yafi'i, dari Abu Abdillah Muhammad bin Muqatil, dari Syekh Abdul Qadir al-Jailani. (Mahbib)

Posting Komentar

0 Komentar